MI WAJIB BELAJAR NGARES: Cerita Rakyat

Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak

<br />
<div class="post-body entry-content" id="post-body-5548103168813120267">
<div itemprop="articleBody">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeziSVYUsMQnxos6ku1IZdDsTPyxWAvOmwE7-Qpjg4VUAMD1wJdm9JAsZfa-gJZYZavYVyD0jOuTCnGYbqqRBwqi8zdKtjMkp-_MplOwtln0muKTremVoaGtKDO654fkyTZBwHAFOE8nBY/s1600/Asal+Mula+Sungai+Ombilin+dan+Danau+Singkarak.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeziSVYUsMQnxos6ku1IZdDsTPyxWAvOmwE7-Qpjg4VUAMD1wJdm9JAsZfa-gJZYZavYVyD0jOuTCnGYbqqRBwqi8zdKtjMkp-_MplOwtln0muKTremVoaGtKDO654fkyTZBwHAFOE8nBY/s1600/Asal+Mula+Sungai+Ombilin+dan+Danau+Singkarak.jpg" /></a></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Danau Singkarak dengan luas 107,8 m<sup>2 </sup>merupakan
 danau terluas kedua setelah Danau Toba di Pulau Sumatra, Indonesia. 
Danau yang berada di ketinggian 36,5 meter dari permukaan laut ini 
terletak di dua kabupaten di Provinsi Sumatra Barat, yaitu Kabupaten 
Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Menurut cerita, danau yang juga 
merupakan hulu Sungai Batang Ombilin ini dahulu memang merupakan lautan 
luas. Namun karena terjadi sebuah peristiwa yang luar biasa, air laut 
tersebut menyusut. Peristiwa Apakah yang menyebabkan air laut tersebut 
menyusut, sehingga lautan itu berubah menjadi danau? Kisahnya dapat Anda
 ikuti dalam cerita <em>Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak</em> berikut ini.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: center;">
<strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">* * *</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Alkisah, </span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">di
 sebuah kampung di daerah Sumatra Barat, hiduplah keluarga Pak Buyung. 
Ia  tinggal di sebuah gubuk di pinggir laut bersama istri dan seorang 
anaknya yang masih kecil bernama Indra. Untuk memenuhi kebutuhan 
keluarganya, Pak Buyung bersama istrinya mengumpulkan hasil-hasil hutan 
dan menangkap ikan di laut. Setiap pagi mereka pergi ke hutan di Bukit 
Junjung Sirih untuk mencari manau, rotan, dan damar untuk dijual ke 
pasar. Jika musim ikan tiba, mereka pergi ke laut menangkap ikan dengan 
menggunakan pancing, bubu ataupun jala. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Ketika
 sudah berumur sepuluh tahun, Indra sering membantu kedua orangtuanya ke
 hutan maupun ke laut. Betapa senang hati Pak Buyung dan istrinya 
mempunyai anak yang rajin seperti Indra. Namun, ada satu hal yang 
membuat mereka risau, karena si Indra memiliki suatu keanehan, yaitu 
selera makannya amatlah berlebihan. Dalam sekali makan, ia dapat 
menghabiskan nasi setengah bakul dengan lauk beberapa piring. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pada
 suatu ketika, musim paceklik tiba. Baik hasil hutan maupun hasil laut 
sangat sulit diperoleh. Untuk itu, keluarga Pak Buyung harus berhemat 
terutama menahan selera makan. Mereka harus makan apa adanya. Jika tidak
 ada nasi, mereka makan ubi atau pun keladi (talas). Cukup lama musim 
paceklik berlangsung, sehingga mereka semakin kesulitan mendapatkan 
makanan. Hal itu rupanya membuat mereka lebih peduli pada diri sendiri 
daripada terhadap anaknya. Kesulitan mendapatkan makanan itu juga 
membuat mereka hampir berputus asa. Mereka sering bermalas-malasan pergi
 mencari rotan ke hutan dan mencari ikan ke laut. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sudah
 beberapa hari keluarga Pak Buyung hanya makan ubi bakar. Tentu hal itu 
tidak mengenyangkan perut si Indra. Suatu hari, Indra menangis minta 
makanan kepada kedua orangtuanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Ayah, carikan saya makanan! Saya sangat lapar,” keluh Indra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Hei, anak malas! Kalau kamu lapar carilah sendiri makanan ke hutan atau ke laut sana!” seru ayahnya dengan nada kesal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Pak! Bukankah anak kita masih kecil? Tentu dia belum bisa mencari makanan sendiri,’ sahut sang Ibu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Iya, dia memang masih anak-anak. Tapi, dia yang paling banyak makannya,” bantah sang suami.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Mendengar
 bantahan suaminya itu, sang Istri pun diam. Ia kemudian membujuk Indra 
agar berangkat sendiri ke Bukit Junjung Sirih untuk mencari hasil-hasil 
hutan di Bukit. Indra pun menuruti nasehat ibunya. Sebelum berangkat ke 
hutan, Indra terlebih dahulu memberi makan seekor ayam piaraannya yang 
bernama Taduang. Si Taduang adalah seekor ayam yang pandai. Setiap kali 
tuannya (si Indra) pulang dari hutan, ia selalu berkokok menyambut 
kedatangan tuannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Menjelang
 siang, Indra pulang dari hutan tanpa membawa hasil. Keesokan harinya, 
ayahnya memerintahkannya pergi ke laut untuk memancing ikan. Saat Indra 
pergi ke laut, ayah dan ibunya hanya tidur-tiduran di gubuk. Tampaknya, 
mereka benar-benar sudah putus asa menghadapi kesulitan hidup. Keadaan 
demikian berlangsung selama sebulan, sehingga Indra merasa tubuhnya 
sangat lelah dan berniat untuk beristirahat beberapa hari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pada suatu hari, sepulang dari laut mencari ikan, Indra berkata kepada ayahnya:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Ayah! Badanku terasa sangat letih. Bolehkah saya beristirahat untuk beberapa hari?” pinta Indra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Apa
 katamu? Dasar anak malas! Kamu tidak boleh beristirahat. Besok kamu 
harus tetap kembali ke laut mencari ikan,” ujar sang Ayah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Oleh
 karena tidak ingin membatah perintah ayahnya, keesokan harinya Indra 
pergi ke laut mencari ikan. Ketika Indra berangkat ke laut, secara 
diam-diam ibunya juga berangkat ke laut. Tapi, ia menuju ke sebuah 
tanjung, agak jauh dari tempat Indra mencari ikan. Sementara ayahnya 
pergi ke hutan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Menjelang
 siang, Pak Buyung kembali dari hutan dengan membawa seikat ijuk. 
Sesampainya di rumah, ia melihat istrinya sedang membersihkan <em>pensi</em> (sejenis kerang berukuran kecil). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Sedang apa, Bu?” tanya  Pak Buyung kepada istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Sedang membersihkan <em>pensi</em>, Pak! Tadi ketika hendak mencari ikan di laut, aku melihat banyak warga dari kampung tetangga sedang mencari <em>pensi</em>. Akhirnya aku pun ikut mencari <em>pensi</em> bersama mereka,” jawab istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Bagaimana cara memasaknya? Bukankah Ibu belum pernah memasak <em>pensi</em> sebelumnya? ” tanya Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tenang, Pak! Kata seorang warga dari kampung tetangga, daging <em>pensi</em> enak jika dimasak <em>pangek</em><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3976261034658282476#_ftn1" name="_ftnref1"><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">[1]</span></span></span></a>,” jelas istrinya.  </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Wah, kalau begitu, kita makan enak siang ini,” ucap Pak Buyung sambil mengusap-usap perutnya yang sudah keroncongan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Setelah membersihkan <em>pensi</em> itu, sang Istri pun segera membuatkan bumbu dan memasaknya. Tak lama kemudian, aroma masakan <em>pangek</em> pun tercium oleh Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Wah,
 harum sekali aromanya. Istriku memang pintar memasak,” puji Pak Buyung 
seraya mendekati istrinya yang sedang masak di dapur.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Bu, apakah <em>pangek</em> ini cukup kita makan bertiga?” tanya Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tentu saja cukup,” jawab istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Apakah Ibu sudah lupa kalau si Indra makannya banyak? <em>Pangek</em> ini pasti tidak cukup dia makan sendiri,” kata Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">‘Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan, Pak?” tanya istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Bagaimana kalau kita makan diam-diam, selagi si Indra masih berada di laut,” saran Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tapi, sebentar lagi dia pulang,” kata istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Kalau dia pulang, pasti akan ketahuan.,” ucap Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Bagaimana Bapak bisa mengetahuinya!” tanya istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Jika si Taduang berkokok, berarti si Indra telah pulang,” jawab Pak Buyung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sang Istri pun mengangguk-angguk mendengar jawaban suaminya. Keduanya pun menyantap <em>pangek</em>
 itu dengan lahapnya. Namun, baru makan beberapa suap, tiba-tiba ayam 
peliharaan Indra berkokok. Mendengar kokok ayam itu, kedua suami-istri 
itu segera mencuci tangan, lalu membereskan makanan dan 
menyembunyikannya di bawah tempat tidur. Ketika Indra masuk ke gubuk, ia
 melihat kedua orangtuanya sedang duduk-duduk bersantai. Kedua 
orangtuanya terlihat tenang, seakan-akan tidak ada sesuatu yang terjadi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Hei, Indra! Mana ikan yang kamu peroleh?” tanya ayahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Maaf, Ayah! Hari ini aku tidak memperoleh ikan?” jawab Indra dengan wajah kusut. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Kenapa kamu pulang kalau belum memperoleh ikan?” tanya ayahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Maaf, Ayah! Saya sangat letih dan lapar,” jawab Indra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Hei, apa yang bisa kamu makan kalau tidak memperoleh ikan?” sang Ayah kembali bertanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Saya sudah berusaha, Ayah. Tapi belum berhasil,” jawab Indra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Ayah, Ibu! Adakah sesuatu yang bisa saya makan. Sekedar pengganjal perut,” pinta Indra kepada kedua orangtuanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tidak! Hari ini tidak ada makanan untuk anak pemalas,” kata ayahnya.  </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tapi, Ayah! Saya lapar sekali,” keluh Indra sambil memegang perutnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Baiklah!
 Kamu boleh makan, tapi kamu harus mencuci ijuk ini sampai bersih,” 
sahut ibunya sambil menyerahkan ijuk yang tadi dibawa suaminya dari 
hutan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Indra
 pun segera pergi ke laut mencuci ijuk itu karena ingin mendapatkan 
makanan dari kedua orangtuanya. Ketika Indra berangkat ke laut, kedua 
orangtuanya kembali melanjutkan acara makan mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Wah, meskipun baru kali ini Ibu memasak <em>pangek pensi</em>, tapi rasanya lezat sekali,” sanjung Pak Buyung kepada istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sang Istri tersenyum mendengar sanjungan suaminya. Kemudian sepasang suami istri itu makan <em>pangek</em>
 dengan lahapnya. Mereka baru berhenti makan setelah perut mereka 
benar-benar sudah penuh. Selesai makan, mereka kembali menyembunyikan 
makanan yang masih tersisa di bawah tempat tidur. Tidak beberapa lama 
kemudian, si Taduang terdengar berkokok, pertanda tuannya telah kembali 
dari laut. Ketika masuk ke dalam gubuk, Indra melihat kedua orangtuanya 
masih sedang duduk bersantai. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Bagaimana? Apakah ijuk itu sudah bersih kamu cuci?” tanya ibunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Sudah, Bu,” jawab Indra sambil meletakkan ijuk itu di depan ibunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Hah! Kenapa masih hitam begini? Kamu harus mencucinya hingga berwarna putih,” ujar ibunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Tapi,
 Bu! Aku sudah berusaha mencucinya berkali-kali, bahkan aku menggosoknya
 dengan  campuran pasir, tapi masih tetap berwarna hitam,” sanggah 
Indra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Ah, alasan saja! Cuci lagi ijuk itu ke laut!” seru ayahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Dengan
 langkah sempoyongan, Indra pun kembali ke laut. Sesampainya di laut, ia
 terus berusaha mencuci dan menggosok ijuk itu hingga berkali-kali, 
tetapi tetap saja berwarna hitam. Rupanya Indra yang masih anak-anak 
tidak mengetahui jika ijuk itu memang pada dasarnya berwarna hitam. 
Meskipun ijuk itu berkali-kali dicuci dan digosok, tentu tidak akan 
pernah berwarna putih. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Menjelang
 senja, Indra kembali ke gubuknya. Ketika masuk ke ruang tengah 
gubuknya, ia tidak lagi melihat kedua orangtuanya duduk-duduk. Dengan 
pelan-pelan, ia melangkah menuju ke ruang dapur. Betapa terkejutnya ia 
ketika melihat kedua orangtuanya sedang tertidur pulas di ruang dapur. 
Di sekeliling mereka berserakan piring makan, bakul nasi, dan panci <em>pangek pensi</em> yang telah kosong. Hanya kuah dengan beberapa cuil daging <em>pensi</em> yang tersisa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Alangkah
 sedihnya hati Indra menyaksikan semua itu. Kini ia menyadari bahwa 
kedua orangtuanya telah menipu dan membohonginya. Namun, sebagai anak 
yang berbakti, dia tidak ingin marah kepada mereka yang telah 
melahirkannya. Ia pun berjalan keluar dari gubuknya sambil mengusap air 
mata yang menetes di pipinya. Saat berada di luar gubuk, ia langsung 
menangkap ayam kesayangannya, si Taduang. Kemudian ia duduk di atas batu
 di samping gubuknya sambil mengusab-usap bulu si Taduang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">“Taduang!
 Rupanya Ayah dan Ibuku telah menipuku. Untuk apalagi aku tinggal 
bersama mereka di sini, kalau mereka sudah tidak menyayangiku lagi,” 
kata Indra kepada ayamnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Mendengar
 pernyataan Indra, ayam itu pun berkokok berkali-kali, pertanda bahwa ia
 mengerti perasaan tuannya. Si Taduang kemudian mengepak-ngepakkan 
sayapnya. Indra pun mengerti bahwa ayam kesayangannya itu akan 
mengajaknya pergi meninggalkan kampung itu. Dengan cepat, Indra pun 
segera berpegangan pada kaki si Taduang. Beberapa saat kemudian, si 
Taduang terbang ke udara, sementara Indra tetap berpegangan pada 
kakinya. Saat tubuh Indra terangkat, batu tempat Indra duduk itu juga 
ikut terangkat. Anehnya, semakin tinggi mereka terbang, batu itu semakin
 membesar. Akhirnya, si Taduang pun sudah tidak kuat lagi membawa 
terbang si Indra bersama batu besar itu. Melihat hal itu, Indra pun 
segera menyentakkan kakinya, sehingga batu besar itu melesat menuju ke 
bumi dan menghantam salah satu bukit yang ada di sekitar lautan. 
Hantaman batu itu membentuk sebuah lubang memanjang. Dengan cepat, air 
laut pun mengalir ke arah lubang itu dan menembus bukit, sehingga 
membentuk aliran sungai.  </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">  Konon,
 itulah yang menjadi asal mula Sungai Batang Ombilin, yang bermuara ke 
daerah Riau. Semakin lama air laut itu semakin menyusut, sehingga lautan
 itu berubah menjadi Danau Singkarak yang hingga kini menjadi kebanggaan
 masyarakat Solok. Sementara Indra yang diterbangkan oleh ayam 
kesayangannya, si Taduang, hingga kini tidak diketahui keberadaannya. </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">* * *</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Demikian cerita <em>Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak</em>
 dari daerah Sumatra Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori 
legenda yang mengandung pesan-pesan moral. Salah satu pesan moral yang 
dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat suka 
mementingkan diri sendiri. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku 
Pak Bujang bersama istrinya yang lebih mementingkan diri mereka sendiri 
dan melalaikan anak mereka yang sedang kelaparan. Akibatnya, mereka pun 
ditinggal pergi oleh anaknya. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">kerja beramai,</span></em></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">makan sendiri</span></em></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<strong><em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sumber:</span></em></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: 9pt; line-height: 150%;">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">    </span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Isi cerita diadaptasi dari Ivan Adilla. 2005. <em>Cerita Rakyat dari Solok (Sumatra Barat).</em> Jakarta: Grasindo.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: 9pt; line-height: 150%;">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">        </span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Anonim. “Danau Singkarak,” http://www.wisatanet.com/templete/index.php?wil=3&id=000000000013512.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: 9pt; line-height: 150%;">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">        </span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;"> Anonim. “Danau Singkarak,” http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_Singkarak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-size: 9pt; line-height: 150%;">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">       </span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Tenas Effendy. 1994/1995. <em>“Ejekan” Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau</em>. Pekanbaru: Bapedda Tingkat I Riau.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3976261034658282476#_ftnref1" name="_ftn1"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: Verdana; font-size: 8pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: Verdana; font-size: 8pt;">[1]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Verdana; font-size: 8pt;"> </span><em><span style="font-family: Verdana; font-size: 8pt;">Pangek</span></em><span style="font-family: Verdana; font-size: 8pt;"> adalah sejenis gulai pedas yang dimasak dengan bumbu kemiri, daun jeruk dan asam. Kuah <em>pangek</em> bukan diambil dari santan kelapa, tapi hanya dari air.</span></div>
</div>
</div>

Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak

Danau Singkarak dengan luas 107,8 m 2 merupakan danau terluas kedua setelah Danau Toba di Pulau Sumatra, Indonesia. Danau yan...

Rambun Pamenan

<br />
<div class="post-body entry-content" id="post-body-4506567850075288511">
<div itemprop="articleBody">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikjEUNR8coHqoG5r8-mnh3F1rnmvVkBcoFw_MMC-bEIz2TEKDPVfVLl7cvv2XlwL1wCMCQE7bvI5jdRHvBnrhxaOVDxy6Hx3u7dVvu-29ZfHvuFA7AnOTcktEfNkVr5JOxU_-BixFjGh0A/s1600/Rambun+Pamenan.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikjEUNR8coHqoG5r8-mnh3F1rnmvVkBcoFw_MMC-bEIz2TEKDPVfVLl7cvv2XlwL1wCMCQE7bvI5jdRHvBnrhxaOVDxy6Hx3u7dVvu-29ZfHvuFA7AnOTcktEfNkVr5JOxU_-BixFjGh0A/s1600/Rambun+Pamenan.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun Pamenan 
adalah anak seorang janda dari sebuah dusun di daerah Sumatra Barat, 
Indonesia. Ibu Rambun yang bernama Lindung Bulan sangat terkenal 
kecantikannya hingga ke berbagai negeri. Suatu ketika, Lindung Bulan 
diculik dan dipenjara karena menolak lamaran Raja Angek Garang dari 
Negeri Terusan Cermin. Rambu Pamenan pun berniat untuk membebaskan 
ibunya. Bagaimana usaha Rambun membebaskan ibunya? Ikuti kisahnya dalam 
cerita <em>Rambun Pamenan</em> berikut ini!</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;">
<strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">* * *</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Alkisah</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">,
 di daerah Sumatra Barat, hiduplah seorang janda bernama Lindung Bulan 
bersama dua orang anak laki-lakinya. Anaknya yang sulung bernama Rendo 
Pinang, sedangkan yang bungsu bernama Rambun Pamenan. Lindung Bulan 
adalah seorang janda yang cantik nan rupawan. Kecantikannya terkenal 
hingga ke berbagai negeri. Sejak kematian suaminya, banyak pemuda maupun
 duda yang datang meminangnya, namun tak satu pun pinangan yang 
diterimanya. Ia lebih senang menjanda daripada kedua anaknya berayah 
tiri. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Suatu ketika, berita
 tentang kecantikan Lindung Bulan terdengar oleh Raja Angek Garang dari 
Negeri Terusan Cermin. Sesuai dengan namanya, Raja tersebut terkenal <em>garang</em>
 (kejam). Raja kejam itu ingin memperistri Lindung Bulan. Ia pun 
memerintahkan beberapa hulubalangnya yang dipimpin oleh Palimo Tadung 
untuk menjemput Lindung Bulan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Palimo Tadung! 
Jemput dan bawa Lindung Bulan kemari! Jika dia menolak dibawa dengan 
baik-baik, kamu culik saja dia!” perintah Raja Angek Garang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Daulat, Baginda! Perintah segera dilaksanakan!” jawab Palimo Tadung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Usai berpamitan 
kepada Raja, berangkatlah Palimo Tadung bersama beberapa hulubalang 
untuk menjemput Lindung Bulan. Sesampainya di rumah Lindung Bulan, 
mereka menyampaikan pinangan Raja Angek Garang. Namun, Lindung Bulan 
tetap ingin hidup menjanda. Sesuai dengan titah Raja Angek, maka pada 
malam harinya, ketika Reno Pinang dan Rambun Pamenan sedang tertidur 
lelap, Palimo Tadung menculik Lindung Bulan dan membawanya ke istana 
Raja Angek Garang dengan menggunakan <em>burak</em> (semacam kendaraan yang digunakan Nabi Muhammad ketika isra’ mi’raj). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sesampainya di 
istana, Raja Angek Garang memaksa Lindung Bulan agar mau menjadi 
permaisurinya. Lindung Bulan menolak, dan Raja Angek pun menjadi kesal 
dan marah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> “Dasar janda keras kepala!” bentak Raja Angek dengan wajah memerah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Pengawal! Bawa janda bodoh ini ke penjara bawa tanah!” titahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Mendengar perintah 
itu, beberapa pengawal istana segera menyeret Lindung Bulan ke dalam 
penjara. Sebelum dimasukkan ke penjara, para pengawal tersebut mengikat 
kedua kaki Lindung Bulan dengan rantai besi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Bertahun-tahun 
Lindung Bulan dikurung dalam penjara bawah tanah. Hidupnya sangat 
menderita dan merana. Ia jarang diberi makan dan minum, sehingga semakin
 hari badannya semakin kurus. Wajah cantiknya pun semakin hari semakin 
pudar. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sementara itu, sejak
 ibu mereka diculik, Reno Pinang dan Rambun Pamenan diasuh dan 
dibesarkan oleh tetangganya. Rupanya, sang Tetangga menyaksikan 
peristiwa ketika Lindung Bulan diculik. Namun, ia tidak mengetahui akan 
dibawa ke mana Lindung Bulan oleh para penculik tersebut. Kini, Reno dan
 Rambun telah menjadi remaja. Sang Tetangga pun merasa bahwa tibalah 
saatnya ia harus menceritakan peristiwa yang telah menimpa ibu mereka. 
Reno dan Rambun sangat sedih mendengar cerita itu. Rambun berpikir bahwa
 ibunya masih hidup. Maka timbullah pikirannya ingin pergi mencari 
ibunya. Namun, ia bingung, karena tidak ada jejak atau pun petunjuk 
mengenai keberadaan ibunya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Pada suatu hari, ketika sedang mencari <em>balam</em>
 (burung tekukur) di hutan, Rambun bertemu dengan seorang pemburu 
bernama Alang Bangkeh sedang beristirahat di bawah sebuah pohon rindang.
 Setelah berkenalan, Rambun menceritakan peristiwa yang dialami ibunya 
hingga ia berniat untuk pergi mencarinya. Mendengar cerita Rambun, Alang
 Bangkeh tiba-tiba tersentak kaget. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Benarkah Lindung Bulan itu ibumu, Rambun?” tanya Alang Bangkeh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Benar, Paman! Apakah Paman pernah bertemu dengannya? Tolong katakan di mana sekarang ibuku!” desak Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Maaf, Rambun! Paman
 tidak pernah bertemu dengan ibumu. Paman hanya pernah mendengar kabar 
bahwa ibumu, Lindung Bulan, sudah bertahun-tahun ditawan oleh Raja Angek
 Garang di Negeri Terusan Cermin,” jelas Alang Bangkeh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Dari mana Paman dengar kabar itu?” tanya Rambun penasaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Paman sering 
berkelana menjelajahi berbagai negeri. Hampir setiap negeri yang Paman 
singgahi, Paman sering mendengar pembicaraan penduduk tentang Lindung 
Bulan yang ditawan di Negeri Terusan Cermin karena menolak pinangan Raja
 Angek Garang,” ungkap Alang Bangkeh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Apakah Paman tahu letak Negeri Terusan Cermin?” tanya Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Maaf, Rimbun! 
Kebetulan Paman belum pernah ke negeri itu. Tapi, semua orang tahu bahwa
 Negeri Terusan Cermin berada di seberang hutan belantara. Hanya saja 
tidak ada orang yang tahu persis di seberang hutan belantara yang mana 
negeri itu berada, karena di negeri ini banyak sekali hutan belantara,” 
kata Alang Bangkeh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Meski demikian, 
Rambun tetap bertekad ingin pergi mencari dan membebaskan ibunya. Sejak 
itu, ia sangat tekun belajar bela diri dan menuntut ilmu pengetahuan 
kepada beberapa guru silat dan orang pintar. Melihat tindakan Rambun 
itu, Reno pun selalu bertanya-tanya dalam hati. Oleh karena penasaran, 
ia pun bertanya kepada adiknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Hai, Adikku! Untuk apa kamu lakukan semua itu?” tanya Reno.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun kemudian 
bercerita kepada kakaknya tentang cerita Alang Bangkeh bahwa ibu mereka 
masih hidup dan ia berniat untuk pergi mencarinya. Berkali-kali Reno 
Pinang berusaha untuk membujuk adiknya agar mengurungkan niatnya, namun 
sang Adik tetap bersikukuh hendak pergi mencari ibunya. Ibu asuhnya 
pernah berkata bahwa setiap cita-cita yang luhur, bagaimanapun sulitnya,
 akan dapat diraih dengan kerja keras dan sungguh-sungguh. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Memang Adik masih 
muda, tapi Adik bisa menjaga diri. Adik telah belajar ilmu silat dan 
ilmu pengetahuan kepada banyak guru silat dan orang pintar. Jadi, Kakak 
tidak usah mencemaskan Adik,” ujar Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Baiklah, kalau itu keinginanmu. Doa Kakak menyertai perjalananmu. Semoga kamu berhasil menemukan ibu,” ucap sang Kakak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Setelah 
mempersiapkan segala keperluannya, berangkatlah Rambun untuk pergi 
mencari Negeri Terusan Cermin. Ia berjalan seorang diri keluar masuk 
hutan belantara, menaiki dan menuruni gunung. Semakin jauh ia berjalan, 
bekalnya pun semakin berkurang. Suatu hari, Rambun jatuh sakit di tengah
 hutan belantara, karena kelaparan dan kelelahan. Namun, berkat doa sang
 Kakak, ia pun sembuh. Rupanya, sang Kakak mengirimkan ramuan penangkal 
lapar berupa sebungkus nasi dan sebutir telur melalui mimpi Rambun. 
Peristiwa ajaib itu berlangsung beberapa kali sampai Rambun bertemu 
dengan seorang petani ladang di tepi hutan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun kemudian 
menumpang di rumah petani itu untuk memulihkan badannya yang sangat 
letih setelah melewati beberapa hutan belantara. Sebagai balas jasa, 
Rambun membantu petani itu bekerja di ladang. Ia bekerja sangat rajin 
dan tekun, sehingga petani itu sangat kagum kepadanya. Suatu malam, 
ketika mereka sedang duduk-duduk di dekat api unggun sambil membakar 
ubi, petani itu bertanya kepada Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Apa gerangan yang membawamu sampai ke daerah ini, Rambun?” tanya si pemilik ladang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun pun 
menceritakan asal usul dan tujuannya berkelana. Mendengar cerita Rambun,
 pemilik ladang itu memberitahu bahwa Rambun telah menempuh hutan yang 
salah. Seharusnya ia melewati hutan sebelah barat. Akhirnya, Rambun pun 
memutuskan untuk tinggal beberapa lama untuk membantu si pemilik ladang.
 Setelah memanen tanaman ubi dan jagungnya, barulah ia berpamitan untuk 
melanjutkan perjalanan. Sebelum Rambun berangkat, pemilik ladang itu 
memberinya sebuah tongkat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Bawalah tongkat 
ini! Semoga dapat berguna dalam perjalananmu nanti. Tongkat ini namanya 
Manau Sungsang,” kata si pemilik ladang seraya menyerahkan tongkat itu 
kepada Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Setelah menerima 
tongkat itu, berangkatlah Rambun menelusuri hutan sebelah barat. Ketika 
menelusuri hutan itu, tiba-tiba ia melihat seorang <em>perimba</em> 
(pencari nafkah di hutan) sedang dililit seekor ular besar. Tanpa 
berpikir panjang, Rambun segera memukul kepala ular itu dengan 
tongkatnya sehingga lilitannya lepas dan ular itu pun mati seketika. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Terima kasih, Anak 
Muda! Engkau telah menyelamatkan nyawaku. Kalau boleh aku tahu, engkau 
siapa dan dari mana asal usulmu?” tanya <em>perimba</em> itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun pun menceritakan kisah perjalanannya dari awal hingga ia berada di tempat itu. Mendengar cerita tersebut, <em>perimba</em> itu pun mengerti maksud dan tujuan Rambun berkelana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Karena engkau telah
 menolong Paman, maka Paman akan mengantarmu ke Negeri Terusan Cermin 
agar engkau cepat sampai di sana,” ujar <em>perimba</em> itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Apa maksud, Paman? Bukankah negeri itu masih sangat jauh dari tempat sini?” tanya Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sambil tersenyum, <em>perimba</em>
 itu menyuruh Rambun untuk memejamkan mata sejenak. Beberapa saat 
kemudian, tiba-tiba Rambun merasa tubuhnya melayang-layang di udara. 
Setelah membuka matanya, barulah ia menyadari bahwa perimba itu 
menerbangkan dirinya menuju ke Negeri Terusan Cermin. Perimba itu 
terbang melesat bagaikan burung garuda. Perjalanan yang cukup jauh 
tersebut mereka tempuh dalam waktu yang singkat. Sesampainya di Negeri 
Terusan Cermin, sang <em>Perimba</em> menurunkan Rambun di tepi sebuah dusun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Maaf, Rambun! Paman hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Carilah ibumu ke istana Raja Angek Garang!” seru <em>perimba </em>itu seraya kembali terbang menuju ke hutan belantara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Ketika tiba di dusun itu, Rambun tiba-tiba merasa sangat lapar. Ia pun mendatangi sebuah <em>lepau</em> (kedai nasi). <em>Lepau</em> itu terlihat sepi. Yang terlihat hanya seorang wanita, si pemilik <em>lepau,</em> sedang bernyanyi menunggu pembeli. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Permisi, Bu! Saya 
sangat lapar, tetapi saya tidak mempunyai uang. Berilah saya pekerjaan 
apa saja untuk membayar nasi,” kata Rambun mengiba.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Oleh karena iba, pemilik <em>lepau</em> itu memberikan makanan kepada Rambun dengan cuma-cuma. Untuk membalas kebaikan wanita itu, Rambun pun bekerja di <em>lepau</em> itu. Ia menyediakan kayu bakar dan memperbaiki bagian-bagian <em>lepau</em> yang sudah rusak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Suatu hari, Rambun bercerita kepada wanita itu tentang maksud dan tujuannya berkelana ke Negeri Terusan Cermin. Si pemilik <em>lepau</em>
 pun bercerita bahwa puluhan tahun yang lalu Raja Angek Garang menyekap 
ibu Rambun, Lindung Bulan, di penjara istana. Mendengar cerita wanita 
itu, Rambun semakin tidak sabar ingin membebaskan ibunya. Ia pun mulai 
mengatur siasat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Suatu ketika, Rambun
 berjalan-jalan ke kota kerajaan Negeri Terusan Cermin untuk mempelajari
 seluk beluk dan keadaan istana. Keesokan harinya, ia pun berpamitan 
kepada si pemilik <em>lepau</em>. Sebelum Rambun berangkat ke istana, si pemilik <em>lepau </em>memberinya pakaian untuk menggantikan mengganti bajunya yang sudah usang dan robek.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sesampainya di 
istana, Rambun melihat tujuh orang hulubalang sedang berjaga-jaga di 
depan gerbang istana. Ia pun menghampiri salah seorang hulubalang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Permisi, Tuan! Bolehkah saya masuk ke dalam istana?” kata Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Hai, Anak Kecil! Siapa kamu dan untuk apa kemari?” tanya salah seorang hulubalang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Saya ingin membebaskan ibu saya yang ditawan Raja Angek Garang sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab Rambun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Hulubalang itu tertawa terbahak-bahak, lalu memanggil teman-temannya yang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Hai, teman-teman! Lihat, anak kecil ini mau membuat masalah!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Keenam hulubalang 
yang lainnya itu segera menghampiri Rambun. Tiba-tiba salah seorang dari
 mereka mengangkat tubuh Rambun dan menimang-nimangnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Ayo, teman-teman! 
Kita bermain lempar-tangkap. Tangkaplah anak ini!” seru hulubalang itu 
seraya melemparkan tubuh Rambun kepada temannya yang lain. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Setelah para 
hulubalang itu letih melemparkan tubuh Rambun ke sana kemari, salah 
seorang dari mereka kemudian melemparkan tubuh Rambun ke tanah lalu 
menendanginya secara bergantian. Rambun pun tidak sabar melihat 
perlakuan para hulubalang itu terhadap dirinya. Sambil menahan rasa 
sakit di seluruh tubuhnya, Rambun memukulkan tongkat Manau Sungsangnya 
ke kepala salah seorang hulubalang. Hulubalang itu pun langsung tewas 
seketika. Melihat temanya terkapar tidak berdaya, keenam hulubalang yang
 lainnya lari tunggang langgang masuk ke dalam istana untuk melaporkan 
peristiwa itu kepada Palimo Tadung. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Tidak berapa lama, 
datanglah Palimo Tadung bersama beberapa hulubulang. Baru saja ia akan 
menghunus pedangnya, Rambun mendahului memukulkan tongkat saktinya ke 
kepalanya hingga tewas tak berdaya. Para hulubalang yang menyaksikan 
peristiwa itu segera melapor kepada Raja Angek Garang. Mendengar laporan
 itu, Raja Angek Garang langsung naik pitam. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Dasar hulubalang tidak becus! Menghadapi anak kecil saja kalian tidak sanggup!” bentak sang Raja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Ampun, Baginda! Anak itu memiliki tongkat sakti,” sahut seorang hulubalang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Tanpa berkata 
apa-apa, tiba-tiba saja Raja Angek Garang menghunus pedangnya lalu 
menusukkannya ke perut hulubalang itu hingga tewas. Dengan pedang 
terhunus, ia segera menemui Rambun yang sudah berdiri menunggu di depan 
istana. Raja Angek Garang pun langsung menyabetkan pedangnya 
berkali-kali ke arah Rambun. Namun, dengan gesit dan lincah, Rambun 
dapat menghindari serangan Raja Angek Garang. Pada saat yang tepat, 
Rambun memukulkan tongkatnya ke kepala Raja kejam itu. Tapi, pukulan 
Rambun masih dapat ditangkis oleh Raja Angek dengan pedangnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Hai, bocah tengik! 
Kamu tidak akan sanggup mengalahkanku. Pedangku lebih sakti daripada 
tongkatmu. Ha... ha... ha...!” seru Raja Angek Garang sambil tertawa 
terbahak-bahak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Rambun pun mengerti 
bahwa kesaktian Raja Angek terletak pada pedangnya. Maka, ketika Raja 
Angek mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dengan secepat kilat, Rambun 
melompat dan memukul pedang itu. Pedang itu pun terlepas dari genggaman 
Raja Angek. Pada saat itulah, Rambun segera memukul kepala Raja Angek 
Garang hingga jatuh dan tewas seketika. Orang-orang yang menyaksikan 
peristiwa itu bersorak gembira, karena Raja kejam itu telah mati. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Setelah itu, Rambun 
pun memerintahkan para hulubalang untuk membebaskan semua tawanan. Ia 
pun masuk ke dalam penjara mengikuti para hulubalang untuk mencari 
ibunya. Ia pun meminta kepada salah seorang penjaga penjara untuk 
menunjukkan tempat ibunya disekap. Tak berapa lama, ia pun melihat 
ibunya dalam keadaan menyedihkan. Kaki ibunya terikat rantai besi. 
Badannya sangat kurus dan matanya cekung. Dengan perasaan haru, Rambun 
pun segera memeluk ibunya sambil menangis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Ibu...! Ini aku Rambun Pamenan, anak Ibu! Anak bungsu Ibu yang Ibu tinggalkan ketika masih kecil,” kata Rambun. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Anakku! Maafkan Ibu, Nak!” ucap Lindung Bulan dengan suara serak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Setelah itu, rakyat 
Negeri Terusan Cermin meminta kepada Rambun untuk menjadi raja 
menggantikan Raja Angek Garang yang kejam itu. Namun, Rambun tidak ingin
 menjadi raja di negeri asing. Ia pun mengajak ibunya untuk kembali ke 
kampung halamannya. Akhirnya, Rambun pun berkumpul kembali bersama ibu 
dan kakaknya, Reno Pinang.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;">
<strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">* * *</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Demikian cerita <em>Rambun Pamenan</em>
 dari daerah Sumatra Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori 
dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman 
dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada tiga pesan moral yang dapat 
dipetik dari cerita di atas, yaitu keutamaan sifat berbakti kepada 
orangtua, gemar menolong, serta akibat buruk dari sifat sombong dan 
angkuh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Pertama</span></em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">,
 keutamaan sifat berbakti kepada orangtua. Sifat ini ditunjukkan oleh 
sifat dan perilaku Rambun Pamenan. Untuk menunjukkan kebaktiannya kepada
 ibunya, Rambun bekerja keras dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu silat
 untuk membebaskan ibunya. Alhasil, berkat kerja keras dan 
kesungguhannya, ia dapat membebaskan ibunya dari penjara. Dikatakan 
dalam tunjuk Ajar Melayu:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">wahai ananda intan di karang,<br />memelihara ibu bapa janganlah kurang<br />jaga hatinya supaya tenang<br />Allah berikan jalan yang terang</span></em></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Kedua,</span></em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">
 sifat gemar menolong. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku 
Rambun Pamenan ketika dalam perjalanan menuju ke Negeri Terusan Cermin 
hendak mencari ibunya. Ia beberapa kali menolong orang yang membutuhkan 
pertolongannya. Dengan sifat penolongnya itu, ia pun sering mendapat 
pertolongan dari orang lain. Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran 
bahwa sifat gemar menolong akan melapangkan jalan seseorang. Dikatakan 
dalam tunjuk ajar Melayu: </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">adat hidup melayu berakal,<br />sesama makhluk kasihnya kekal<br />membantu orang hatinya pukal<br />menolong dengan niat beramal<br />berbuat baik sebagai bekal<br />sakit senang tiada menyesal</span></em></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Ketiga,</span></em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">
 akibat buruk dari sifat sombong dan angkuh. Sifat ini ditunjukkan oleh 
sikap dan perilaku Raja Angek Garang yang karena keperkasaan dan 
kekuasaannya dapat melakukan kesewenang-wenangan terhadap orang lain. 
Akibatnya, ia pun harus tewas secara mengenaskan. Dikatakan dalam tunjuk
 ajar Melayu:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">kalau dipakai sifat sombong,<br />alamat perut akan mengembung</span></em></div>
<br /><div class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<em><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sumber: </span></em></div>
<ul>
<li><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Isi cerita diadaptasi dari A. A. Navis. 1999. <em>Cerita Rakyat dari Sumatra Barat</em>. Jakarta: Grasindo.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Tenas Effendy. 2006. <em>Tunjuk Ajar Melayu</em>. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita Karya Nusa.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Effendy Tenas. 1994/1995. <em>“Ejekan” Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau.</em> Pekanbaru. BAPPEDA Tingkat I Riau.</span></li>
</ul>
</div>
</div>

Rambun Pamenan

Rambun Pamenan adalah anak seorang janda dari sebuah dusun di daerah Sumatra Barat, Indonesia. Ibu Rambun yang bernama Lindung ...

MI WAJIB BELAJAR NGARES

Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak

Rambun Pamenan

Entri Populer

Komentar

Blog Archive